Rabu, 09 April 2014

PIGMEN KLOROFIL DAUN SUJI (Pleomele angustifolia ) SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNA MAKANAN ALAMI

PIGMEN KLOROFIL DAUN SUJI (Pleomele angustifolia) SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNA MAKANAN ALAMI

Putri Mei Wahyuni

ABSTRAK
            Pewarna makanan sintesis yang digunakan masyarakat pada umumnya sangat membahayakan bagi kesehatan. Oleh karena itu perlu dikembangkan pembuatan pewarna   makanan alami yang relatif aman bagi kesehatan. Salah satu alternatif yang bisa digunakan yaitu pembuatan pewarna alami dari daun suji (Pleomele angustifolia). Daun suji merupakan salah satu sumber zat warna hijau daun (klorofil) terbesar jika dibandingkan dengan daun-daun pada tumbuhan yang lain. Daun suji ini sudah lama dikenal oleh masyarakan sebagai zat pewarna alami. Klorofil yang dikandung oleh daun ini juga bermanfaat sebagai zat antioksidan, antiseptik, agen detoks dan penyerap kolesterol. Seperti yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, bahwa pembuatan pewarna dari daun suji ini dilakukan tahap ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat pigmennya. Disisni proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan aseton 85%. Dengan perbandingan F:S yaitu 1:17. Kecepatan pengaduk yaitu 175rpm dan temperaturnya 36,2°C. Daun suji ini juga sebagai salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik dan menyebar diseluruh wilayah Indonesia yang berorientasi pada kebutuhan yang semakin tertarik pada pewarna dari bahan-bahan alami, terutama terkait dengan kesehatan dan keamanan pangan.
Kata kunci: pewarna makanan alami, daun suji (Pleomele angustifolia), klorofil, ekstraksi.

PENDAHULUAN
            Tampilan makanan merupakan hal pertama yang dinilai jika seseorang ingin mencicipi makanan terutama makanan yang belum diketahui rasanya. Orang cenderung untuk memilih makanan dengan tampilan yang menarik. Untuk membuat makanan tampak lebih menarik atau lebih menggugah selera biasanya produsen makanan menggunakan pewarna.
            Warna yang mencolok lebih disukai konsumen, terutama anak-anak. Hal inilah yang menyebabkan produsen membuat makanan dengan  warna-warna yang menarik. Hasil dari suatu penelitian menunjukkan bahwa warna untuk makanan menempati urutan kedua dari kriteria penilaian, yaitu setelah kesegaran makanan. Selanjutnya baru diikuti oleh bau, rasa, komposisi, nilai gizi dan seterusnya.
            Pewarna makanan dapat diklasifikasikan atas pewarna makanan alami dan pewarna makanan sintesis. Pewarna alami dapat menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan ketahanan dan kualitas pangan karena pewarna alami terbukti aman sebagai pewarna makanan dibandingkan pewarna sintetik. Selain itu, pewarna alami jumlahnya sangat melimpah di Indonesia. Bahkan penggunaan pewarna alami sebagai pewarnaa makanan saat ini sedanng menjadi perhatian para konsumen dan juga industriawan. Kenyataan ini karena penggunaan pewarna alami lebih menguntungkan dibandingkan pewarna sintesis, yaitu tidak menimbulkan efek negatif bagi tubuh, mudah didapat, serta dapat menimbulkan rasa dan aroma khas. Sedang pewarna sintetik dapat berdampak negatif  yaitu menyebabkan toksik dan karsinogenik. Oleh karena itu perlu dikembangkan pewarna alami yang banyak ditemukan di lingkungan sekitar, terlebih lagi Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan tumbuh-tumbuhan sumber pewarna alami.
            Klorofil atau pigmen utama tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food suplement yang dimanfaatkan untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik, sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan menyeimbangkan sistem hormonal (Limantara, 2007 dalam yuniwati 2012). Klorofil juga merangsang pembentukan darah karena menyediakan bahan dasar dari pembentuk haemoglobin (anonim, 2008 dalam Yuniwati 2012). Peran ini disebabkan karena struktur klorofik yang menyelupai hemoglobin darah dengan perbedaan pada atom penyusun inti dari cincin porfirinnya.
            Beberapa tanaman dikenal sangat kaya dengan pigmen klorofil, yaitu diantaranya daun suji. Berdasarkan penelitian Istichomah (2004) dalam Limantara (2008) (dalam Prasetyo 2012) kandungan klorofil dalam daun suji adalah sekitar 2053,8 µg/g. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Prangdimurti (2006) menunjukkan bahwa daun suji segar memiliki kadar air basis basah sebesar 73,25% mengandung 3.773,9 ppm klorofil yang terdiri dari 2.542,6 ppm klorofil a dan 1250,3 ppm klorofil b.
            Daun suji banyak digunakan sebagai pewarna hijau pada makanan, kue-kue tradisional dan minuman. Selain memberikan warna hijau, daun suji juga memberikan aroma harum yang khas walaupun tidak seharum daun pandan.
            Menurut hasil survey, jumlah tanaman suji sangat melimpah di Indonesia dan dapat dengan mudah didapat tanpa merogoh kocek yang dalam. Hal ini dikarenakan sifat tanaman suji yang dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan, hanya dengan tersedianya air yang cukup saja tanaman ini sudah mampu bertahan hidup. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan terkait pemanfaatan daun suji sebagai pewarna makanan alami. Penyediaan bahan dalam bentuk ekstrak pewarna akan membantu kepraktisan dalam aplikasi penambahan warna makanan.

GAMBARAN KHUSUS
Kondisi Kekinian
            Pada kenyataannya penggunaan pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan produsen makanan. Hal ini disebabkan oleh karena kurang praktis dalam pemakaiannnya terkait dengan belum adanya pewarna alami yang dijual di pasaran sehingga produsen makanan harus membuat sendiri pewarna makanan yang dibutuhkan tersebut. Disamping itu kelemahan dari penggunaan pewarna alami adalah warna kurang stabil yang bisa disebabkan oleh perubahan PH, proses oksidasi, pengaruh cahaya dan pemanasan, sehingga intensitas warnanya sering berkurang selama proses pembuatan makanan. Akibatnya produsen makanan banyak yang beralih ke pewarna makanan sintesis.
            Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor pemicu semakin berkembang dan dibutuhkannya bahan pewarna makanan. Sayangnya, penggunaanya sering kali tidak benar. Memang penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewaarna untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah daripada pewarna makanan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya karena bahan ini dapat menyebabkan kanker dan penyakit lainnya. Kurangnya sosialisasi tentang bahaya dari pewarna ini menyebabkan masyarakat menjadi bersikap masa bodoh.
            Di Indonesia, karena UU penggunaan zat pewarna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan pada label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Disamping itu, harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan zat pewarna untuk makanan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarnauntuk bahan makanan jauh lebh tinggi dari pada zat pewarna untuk bahan  makanan.
            Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam SK Mentri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73. Tetapi dalam peraturan itu belum dicantumkan tentang dosis penggunaannya dan tidak adanya sangsi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut.
            Berdasarkan penelitian Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO), didapatkan bahwa penggunaan zat pewarna sintesis pada makanan dan minuman mencapai 70%. Salah satu jenis pewarna yang digunakan yaitu Rhodamin B. Pewarna ini merupakan pewarna sintesis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas serta dilarang penggunaannya sebagai pewarna makanan karena berbahaya bagi kesehatan serta nersifat toksik dan karsinogenik.
            Tanaman suji, konon kabarnya berasal dari negara Zaire dan Kamerun. Tanaman ini sangat mudah beradaptasi dan tumbuh diberbagai jenis tanah dan tempat, bahkan dapat tumbuh dengan baik hanya dengan merendam di dalam air (mendapat pasokan air yang cukup). Pada umumnya suji akan tumbuh didaerah dengan iklim tropis atau subtropis. Penyabaran tanaman ini meliputi kawasan India, Myanmar, Indo-Cina, Cina bagian selatan, Thailand, Jawa, Filipina, sulawesi, Maluku, New Genia dan australia bagian utara. Suji akan tumbuh subur hingga ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, dan menyukai daerah pegunungan atau dekat aliran (sumur, sungai kecil). [Lemmens, R.H.MJ, 2003; anonim, 2011 dalam Prasetyo 2012].
            Klasifikasi lengkap tanaman suji sebagai berikut: [Lemmens, R.H.M.J., 2003 ; Anonim, 2011 dalam Prasetyo 2012]
Kingdom        : Plantae
Divisio            : Spermatophyta
Sub divisio      : Angiospermae
Infra divisio    : Radiatopses
Class               : Monocotyledoneae
Subclass          : Lilidae
Superorder      : Lilianae
Ordo               : Liliales
Famili              : Liliaceae
Genus             : Pleomele
Spesies            : Pleomele angustifolia N.E.Br

Daun suji adalah tanaman perdu yang dapat mencapai ketinggian 8 meter. Bentuk daunnya memanjang dan tersusun melingkar, memita dan kemudian menyempit di bawah dasar pelepah, sangat meruncing dengan panjang 16-20 cm, lebar 3-4, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau tua. Dau suji memiliki rasa yang tidak pahit, berbau harum dan bersifat dingin. Bagian akar dari tumbuhan suji ini tergolong akar serabut dan biji dari tumbuhan suji ini berkeping tunggal atau monokotil. Bagian batang tumbuh engan tegak, berkayu, berakur melintang, dan berwarna putih kotor. Tumbuhan ini sesekali berbunga dan bunganya putih kekuningan dan dapat menyebarkan arooma wangi, terutama pada sore hari. Kadang-kadang dengan semburat ungu. Buah berbentuk bulat dengan 3 cuping, diameter 1,5-2,5 cm, berwawarna jingga terang, dan masing-masing biuah mengandung 1-3 biji.
Produksi tanaman suji di Indonesia sepanjang 8 tahun terakhir disajikan pada tabel 1. [Badan Pusat Statistik, 2011]
Tabel 1. Produksi tanaman suji di Indonesia
Tahun
Produksi (Ton)
2003
2.553.020
2004
1.778.582
2005
1.131.621
2006
905.039
2007
2.041.962
2008
1.845.490
2009
2.262.505

Produktivitas dan ketersediaan suji di Indonesia dari tahun ke tahun sangat besar, terutama di daerah Jawa Tengah. Hal ini mendorong ide untuk meningkatkan pemanfaatan suji sebagai salah satu potensi lokal Indonesia yang patut diperhitungkan. Konon kabarnya, keberadaan suji di Indonesia bahkan mencapai produktivitas tertinggi dibandingkan kawasan Asia Tenggara lainnya.
Pemanfaatan daun suji sebagai pewarna makanan perlu dikembangkan lagi, melihat daun suji yang melimpah serta pewarna alami lebih aman. Sebenarnya, daun suji dapat secara langsung dijadikan pewarna alami hanya dengan menambahkannya ke dalam masakan. Namun ada beberapa kelemahan dalam mekanisme ini, salah satunya adalah daya tahan daun suji tersebut. Kelemahan ini tampak terlihat jelas pada daun suji yang telah dipetik beberapa hari yang lalu. Daun tersebut akan mengalami penurunan kualitas, baik kualitas dari kesegaran daun maupun kualitas warna (dari hijau berubah menjadi kecoklatan dan akhirnya hitam) sehingga zat warna dalam daun suji tidak dapt digunakan lagi. Oleh karena itu untuk memaksimalkan ketahanan dari kualitas zat warna dalam daun suji perlu dilakukan ekstraksi. Selain itu, perlu digunakan larutan pengekstrak yang cocok dengan sifat klorofil dimana klorofil tersebut bisa larut di dalamnya. Proses lain seperti blanching juga perlu diterapkan dalam ekstraksi karena dengan adanya blanching akan menghambat kerja dari enzim klorofilase. Perlakuan-perlakuan selama pengolahan seperti perlakuan asam, panas tinggi dan browning enzimatis. Dengan diekstraksinya zat warna hijau ini, maka penggunaan zat warna hijau menjadi lebih praktis dan diharapkan nilai ekonomis dapat meningkat.

Metode-Metode
Dalam jurnal Prasetyo dkk (2012) dijelaskan tentang hasil penelitiannya mengenai metode-metode ekstraksi daun suji, mulai dari prosedur perlakuan awal bahan baku yang tepat sampai terbentuknya kristal ekstraksi, sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung optimal. Alat dan bahan yang digunakan Prasetyo dkk dalam pembuatan ekstrak daun suji yaitu:
1.      Alat
Ekstraktor bacth dengan kapasitas 1 Lyang dilengkapi dengan waterbath, thermostat, kondensor berupa kondensor Allihin, motor pengaduk, impeller, dan termometer.
2.      Bahan
a.       Daun suji
b.      Aseton 80 %
Sedangkan metode-metode pembuatan ekstrak daun suji yang nantinya dijadikan sebagai pewarna makananyaitu:
1.      Perlakuan Awal daun Suji
Daun suji yang akan digunakan harus mendapat perlakuan khusus sebelum dilakukannya proses ekstraksi. Perlakuan awal yang harus dilakukan meliputi:
a.       Determinasi tanaman suji
b.      Sortasi basah
Sortasi dilakukan berdasarkan warna dan kesegaran daun suji yang akan digunakan. Daun yang terpilih dibilas dengan air untuk menghilangkan kotoran-kotoran, tanah atau bahan asing lainnya; dalam hal ini tidak dilakukan perendaman untuk mencegah hilangnya klorofil yang dapat sedikit didalam air, kemudian dilanjutkan dengan blanching pada suhu 100°C selama 1 menit. Setelah blanching daun menjadi kayu layu tapi warna daun tidak berubah menjadi coklat seperti yang diperkirakan bila klorofil mengalami degradasi warna secara termal. Warna daun berubah menjadi hijau yang lebih pekat.
c.       Pengecilan ukuran
Mula-mula daun suji dipotong kecil, kira-kira 1 cm, kemudian deblender agar diperoleh daun suji dengan ukuran yang cukup halus.
d.      Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk membantu penghancuran dinding sel daun sehingga diharapkan proses ekstraksi dapt berlangsung lebih optimal. Selain itu juga agar tidak mudah rusak (busuk). Pengeringan dilakukan selama 2 malam secara alamiah dengan cara diangin-anginkan dalam keadaan gelap mengingat sifat klorofil yang tidak stabil pada sinar matahari dan pada kondisi atmosferik menggunakan udara pengering berupa udara ruang kemudian diiringi dengan pengeringan di dalam oven vakum (pada tekanan 600 mmHg) pada suhu 35 °C hingga kadar airnya 8-10%
e.       Sortir kering
Tahap ini dilakukan dengan cara memisahkan pengotor yang masih tertinggal pada daun suji setelah proses pengeringan dilakukan. Untuk kotoran kering yang ringan, pemisahan kotoran dengan bahan baku dapat dilakukan dengan penampian namun bila kotoran seperti kerikil atau batu dipisahkan dengan tangan.
f.       Pengecilan ukuran lanjutan dan penyeragaman ukuran
Daun suji mengalami pengecilan ukuran lebih lanjut dengan diblender agar diperoleh daun suji dengan ukuran yang cukup halus kemudian diayak dengan saringan mesh berukuran 10-50 mesh.
2.      Ekstraksi klorofil
Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen dari padatan atau cairan dipindahkan ke cairan yang lain yang berfungsi sebagai pelarut. Ekstraksi dapat dilakukan untuk campuran yang mempunyai titik didih berdekatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi. Perpindahan masa antar fase terjadi bila terdapat perbedaan konsentrasi dimana berpindah dari sistem yang lebih tinggi konsentrasinya ke sistem yang lebih rendah konsentrasinya (Treyball, 1984). Ekstraksi klorofil dilakukan di dalam sebuah reaktor batch berpengaduk dengan tahapan sebagai berikut:
a.       Serbuk daun suji yang telah mengalami perlakuan awal dan 500 ml pelarut berupa aseton 80% dimasukkan ke dalam ekstraktor batch sesuai dengan rasio massa umpan dan pelarut (F:S) yaitu 1:17,1. Aseton akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang mengikat klorofil sehingga klorofil dapat lepas dari ikatan dengan protein dan ikut terekstraksi dalam pelarut.
b.      Temperatur operasi ekstraksi diatur pada suhu 36,2°C
c.       Ekstraksi dilangsungkan pada kecepatan pengadukan 175rpm
d.      Sampel ekstrak diambil dan diukur absorbansinya hingga pelarut jenuh (ditandai dengan konstannya pembacaan absorbansi)
e.       Setelah ekstraksi selesai, ekstrak dan rafinat dipisahkan dengan cara filtrasi vakum menggunakan corong Buchner
f.       Klorofil dan pelarut kemudian dipisahkan dengan evaporator vakum pada temperatur 35-40°C hingga volume hasil pemekatan mencapai kurang dari 50 ml
g.      Ekstrak pekat disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 45 menit untuk memisahkan pekatan klorofil dari pelarutnya yang terbentuk dari ekstrak.
h.      Ekstrak pekat klorofil yang diperoleh pada bagian supernatanhasil sentrifugasi kemudian didinginkan dengan cepat pada suhu 0-4°C selama 30 menit menggunakan ice bath hingga diperoleh kristal klorofil
i.        Pekatam klorofil yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 35°C selama 1 minggu hingga kadar airnya mendekati 0%.
            Pembuatan pewarna makanan alami dalam bentuk bubuk (kristal) dari daun suji telah selesai. Dan yield (persentase jumlah klorofil yang diperoleh dibandingkan terhadap kandungan klorofil di dalam bahan baku yang secara tidak langsung menunjukkan efektivitas ekstraksi) yang diperoleh yaitu 92,9796%. Jadi, dengan menggunakan metode diatas dapat diperoleh pewarna hijau secara optimal.
            Dan selanjutnya, kristal klorofil ini dapat dicampur dengan adonan makanan maupun minuman, sehingga makanan atau minuman dapat berwarna hijau. Warna yang muncul tidak kalah dengan warna yang ditimbulkan dari pewarna makanan sintesis, karena yield yang diperoleh melalui metode diatas mencapai 92,9796%.

Upaya Promosi
            Daun suji memiliki beberapa kelebihan yang menyebabkan daun ini perlu untuk dikembangkan pemanfaatannya sebagai pewarna makanan. Daun suji mudah tumbuh diberbagai tempat karena kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan sangat baik dan sangat cocok dengan daerah tropis. Indonesia merupakan salah satu negara tropis, sehingga keberadaannya sangat melimpah. Dan untuk mendapatkannya tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Maka tak heran jika daun suji ini sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Sejak dulu masyarakat Indonesia memang sudah memanfaatkan daun suji ini menjadi pewarna makanan, tetapi metode yang digunakan masih tradisional sehingga warna yang muncul pada makanan kurang menarik. Hal ini mungkin karena pigmen klorofil yang ada di daunsuji tidak bisa termanfaatkan secara optimal. Maka, dengan adanya ekstraksi dengan metode yang telah dijelaskan diatas dapat diperoleh pigmen klorofil yang optimal sehingga bisa membuat makanan lebih menarik.
            Menurut penelitian daun suji ini memiliki kandungan klorofil yang tinggi jika dibandingkan dengan tumbuhan lain. [Anonim, 2011 dalam Prasetyo 2012] beberapa rasio klorofil a dan b pada berbagai jenis daun pada Tabel 2.
Tabel 2. Berbagai rasio klorofil a dan b pada berbagai jenis daun
Jenis
KANDUNGAN KLOROFIL (μg/g bahan)
a
b
Total Rasio
a : b
Daun singkong
2853,2
1114,3
3967,5
2,6:1
Daun katuk
1688,1
513,9
2202,0
3,3:1
Daun poh-pohan
1495,4
587,1
2013,5
2,9:1
Daun kangkung
1493,6
519,9
2013,5
2,9:1
Daun bayam
1205,0
255,9
1460,9
4,7:1
Daun kemangi
842,9
479,8
1322,7
1,8:1
Caisin
815,0
393,1
1208,1
2,1:1
Selada
482,7
148,6
631,3
3,2:1
Alang-alang
1831,2
495,1
2326,3
3,7:1
Rumput gajah
2123, 7
549,5
2673,2
3,9:1
Sumber : Anonim, 2011 dalam Prasetyo, 2012

            Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kandungan klorofil pada daun suji lebih tinggi dari pada yang lain. Ini mengindikasikan bahwa warna hijau pada ekstrak daun suji juga lebih pekat daripada yang lain sehingga warna hijau yang dimunculkan pada makanan juga akan lebih bagus dan menarik.
            Jika dibandingkan dengan pewarna sintetik, pewarna dari daun suji ini lebih bersifat aman. Pewarna sintetik bersifat negatif untuk tubuh, ada yang bersifat toksik dan bahkan dapat menyebabkan kanker. Daun suji tidak  menyebabkan efek yang membahayakan tubuh. Justru daun ini memiliki kelebihan yang lain yaitu, selain sebagai pewarna pangan, daun suji dapat digunakan sebagai pewarna kertas. Dibidang kosmetika, ekstrak daun suji digunakan sebagai penyubur rambut. Dibidang pengobatan, dapat menobati nyeri lambung dan haid, bahkan sebagai penawar racun (anti disentri).
            Rasa daun suji juga menjadi point tambahan dalam pembuatan pewarna makanan. Daun suji tidak terasa manis, jadi sangat aman untuk dijadikan sebagai pewarna makanan, sehingga makanan yang diberi pewarna ini rasanya tidak berubah dan juga konsumen tidak meras terganggu dengan rasa makanan.

Upaya preventif
            Penggunaan pewarna makanan telah banyak memperoleh sorotan baik di luar negeri maupun di dalam negeri sehubungan dengan segi-segi keamanannya. Tidak dapat disangkal bahwa pewarna makanan tidak berperan dalam memperbaiki nilai gizi makanan kecuali beta-karoten, apo-karoten dan riboflavin dan juga sama sekali tidak diperlukan untuk survival, akan tetapi ditinjau dari sudut estetika bahan pewarna ini amat penting. Pertama-tama karena keberhasilan dalam pemasaran suatu produk sangat ditentukan oleh penampakannya, sehubungan dengan kenyataannya bahwa konsumen pada umumnya menilai kualitas flavour dari warna produk tersebut. Kedua, produk yang memiliki warna yang menarik akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dibeli konsumen dan dikonsumsi dan hal ini selanjutnya dapat menjamin diet yang lebih beranekaragam sehingga secara keseluruhan akan turut berperan dalam menciptakan masyarakat dengan tingkat gizi yang lebih baik.
            Berdasarkan uraian tersebut maka diperlukan pengembangan pewarna alami. Pengembangan tersebut misalnya bisa melalui pembuatan ekstraksi dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pigmen klorofil pada daun suji. Faktor tersebut diantaranya suhu, pH, kecepatan pengadukan, waktu yang diperlukan untik ekstraksi, pemilihan zat sebagai pelarut serta volumenya. Jika faktor-faktor tersebut sudah dipenuhi optimalisasinya maka ekstrak yang dihasilkan akan menampilkan warna hijau yang optimal pula. Hal tersebut akan menarik industriawan untuk membuat pewarna dari daun suji,sehingga nantinya akan diproduksi pewarna daun suji dalam jumlah besar, dan masyarakat bisa menggunakannya dengan praktis tanpa repot-repot membuat pewarna makanan dari daun suji sendiri.
            Peran pemerintah juga sangat penting dalam upaya preventif, yaitu pemerintah seharusnya membuat UU penggunaan zat pewarna, agar tidak terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan. Selain itu walaupun dalam SK Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73 sudah mengatur tentang penggunaan zat warna, tetapi dalam peraturan itu belum dicantumkan tentang penggunaaan zat warna, dosis penggunaannya dan tidak adanya sanksi bagi pelanggar ketentuan tersebut. Seharusnya dosis penggunaan dicantumkan dan juga terdapat sanksi bagi pengguna zat warna yang tidak sesuai dengan ketentuan.
            Mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, terutama masyarakat yang masih awam tentang macam-macam pewarna, efek dari jika pewarna tersebut tidak diguankan dengan benar. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna makanan. Selain itu pada label kemasan seharusnya disertakan penjelasan tentang spesifikasi dari pewarnna tersebut serta larangan penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, jika pewarna tersebut memang bukan pewarna makanan (misal pewarna tekstil)
            Melakukan pelatihan mengenai pengguanaan pewarna makanan meliputi, pengenalan pewarna makanan sintesis dan alami, ambang batas penggunaan pewrana sintesis dan efeknya, pembuatan pewarna alami dan aplikasinya pada pengolahan makanan dan minuman.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Hijau Klorofil Pewarna Alami untuk Pangan. Seafast Center IPB dalam http://seafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2013/03/09-hijau-klorofil.pdf. Diakses pada tanggal 2 April 2014
Anonim. 2006. Pewarna Pangan. Ebookpangan.com dalam http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/PEWARNA-PANGAN.pdf Diakses pada tanggal 2 April 2014
Marwati, Siti. 2013. Pembuatan Pewarna Alami Makanan dan Aplikasinya. Disertasi Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/siti-marwati-msi/c10.pdf Diakses pada tanggal 2 April 2014
Murni Yuniwati dan Ari Wijaya Kusuma dkk. 2012. Optimasi Kondisi Proses Ekstraksi Zat Pewarna dalam Daun Suji dengan Pelarut Etanol. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III. Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta dalam http://repository.akprind.ac.id/sites/files/conference-proceedings/2012/yuniwati_14374.pdf Diakses pada tanggal 2 April 2014
Prangdimurti, Endang dan Deddy Muchtady dkk. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E Brown). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XVII No. 2. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB dalam http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/42297/1/SCANING14965.pdf Diakses pada tanggal 2 April 2014
Prasetyo, Susiana dan Henny Sunjaya dkk. 2012. Pengaruh Rasio Massa Daun Suji / Pelarut, Temperatur dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch dengan Pengontakan Dispersi. Disertasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan dalam http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/view/177/682 Diakses pada tanggal 2 April 2014
Putri, Widya Dwi Rukmi dan Elok Zubaidah dkk. 2003. Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan Pengekstrak. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 4 (1) : 13-24. Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw dalam http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/viewFile/147/516 Diakses pada tanggal 2 April 2014
Wijaya, C. Hanny dan Karina Bianca dkk. 1995. Pengaruh Penambahan  ZnCl2 dalam Pembuatan Pewarna Bubuk dari Daun Suji (Pleomele angsutifolia) dan Daun Pandan (Papandanus amarylyfolius Roxb.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol VI No.1. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB dalam http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/index.php?ch=puspa&id=133&hal=1 Diakses pada tanggal 2 April 2014
Yefrida dan Lidya Sesrita dkk. 2008. Kestabilan Pewarna Makanan Alami yang Berasal dari Daun Suji (Pleomale Angustifolia N E Brown). Jurusan Kimia, FMIPA Unand dalam http://repository.unand.ac.id/550/1/artikel_DIPA_09_Yefrida.doc Diakses pada tanggal 2 April 2014







           




           

.